PERTUMBUHAN
SAPI BALI YANG DIGEMUKKAN DI LAHAN
KERING DESA SANGGALANGIT KECAMATAN GEROKGAK BULELENG BALI
I Made Rai Yasa,
I.A.Parwati I. N. Adijaya,
dan I K. Mahaputra
Balai Pengkajian Teknologi
Pertanian Bali
ABSTRAK
Penelitian tentang Pertumbuhan
Sapi Bali yang digemukkan di Lahan
Kering Desa Sanggalangit telah
dilaksanakan dari bulan Februari sampai akhir Agustus 2006, bekerja sama dengan
Kelompok Ternak Niki Sato Desa Sanggalangit, Kecamatan Gerokgak Buleleng-Bali.
Penelitian disusun dalam rancangan Acak Kelompok dengan 2 perlakuan pakan.
Yakni : P1 untuk kelompok sapi yang diberikan Pakan dasar hijauan segar dan
kering secara ad libitum dengan tambahan pakan penguat berupa dedak padi
sebanyak 2 kg/ekor; dan P2 dengan pakan seperti P1 namun di tambah feed aditif berupa probiotik Bio Cas 5
ml per ekor per hari. Masing-masing perlakuan menggunakan 15 ekor sapi sebagai ulangan. Sapi-sapi tersebut berumur antara 1,5 sampai
2 tahun dengan bobot badan awal
rata-rata 229 kg untuk P1 dan 227 kg untuk P2. Parameter yang diamati
adalah pertambahan bobot badan. Data
dianalisis dengan T- Test dan secara deskriptif untuk mengetahui keterkaitan
pertumbuhan dengan musim kemarau. Hasil penelitian menunjukkan, sapi-sapi P2
pertambahan bobot badannya rata-rata 0,51 kg/ekor per hari sedangkan P1
rata-rata 0,43 kg dengan selisih 80 gram/ekor/hari dan secara statistik berbeda
nyata (P<0,05). Pertambahan bobot badan harian untuk kedua kelompok
perlakuan mengalami penurunan dari bulan
Juli seiring dengan penurunan kualitas pakan hijauan yang diberikan karena
mulai terbatasnya pakan. Memperhatikan dampak positif dari penggunaan probiotik
Bio Cas, penggunaannya layak dipertimbangkan untuk penggemukan sapi di lahan
kering. Untuk menjaga pertambahan bobot badan sapi konsisten sepanjang
penggemukan, sebaiknya penggemukan di lahan kering diawali pada bulan
Desember selanjutnya dipasarkan pada
bulan Mei tahun berikutnya atau peningkatan volume pemberian pakan penguat
disaat pakan mulai sulit.
Kata Kunci : penggemukan, sapi bali, lahan kering.
PENDAHULUAN
Kebutuhan
pangan semakin meningkat seiring meningkatnya jumlah penduduk. Di lain pihak
areal produktif untuk usahatani semakin
menyempit, karena beralih fungsi
akibat perkembangan sektor pariwisata, untuk pemukiman penduduk, industri,
dan lainnya. Keadaan ini menyebabkan kedudukan lahan kering semakin
penting, karena menjadi salah satu tumpuan
dan harapan untuk memenuhi kecukupan pangan. Pulau Bali dengan luas ± 5.632,86 km², 38,73%
atau seluas 2.181,19 km² merupakan lahan
kering yang sebagian besar tersebar di
pulau Bali bagian timur dan bagian utara (Suprapto, dkk. 2000). Dengan luas
tersebut (0,29% luas Indonesia) Bali
pada tahun 1999 memiliki populasi sapi
sebanyak 526.013 ekor (Anonimous, 2000) dan telah menjadi 576.586 ekor atau meningkat 9,6% di tahun
2004 atau dengan kepadatan 102,36 ekor/km². Dengan kepadatan tersebut, menempatkan Bali sebagai
daerah dengan populasi ternak sapi terpadat di Indonesia (Anonimous, 2004).
Sapi Bali
sampai saat ini masih merupakan komoditi unggulan bidang peternakan di Bali.
Walaupun sebagai komoditi unggulan, sapi Bali memiliki banyak kelemahan yaitu
pertumbuhan yang relatif lambat. Selain kelemahan tersebut sapi Bali memiliki
kelebihan yang luar biasa dibandingkan dengan jenis sapi lainnya yaitu daya
adaptasinya sangat baik dengan lingkungan pemeliharaanya (Darmadja, 1990).
Lahan
marginal (sebutan lahan kering) merupakan
lahan yang miskin unsur hara, ketersediaan air dan curah hujan terbatas,
solum tanahnya tipis dan tofografinya
berbukit-bukit sehingga produktivitasnya rendah (Suprapto, dkk. 1999).
Dengan kondisi yang demikian ketersediaan pakan ternak pun terbatas. Dilaporkan
pula bahwa petani pada lahan ini pada umumnya petani kecil dengan tingkat perekonomian yang lemah
dan tingkat pendidikan yang rendah
sehingga sangat berpengaruh terhadap cara berusahatani atau pun beternak
(Suprapto, dkk. 1999).
Gunawan,
dkk (1996) melaporkan bahwa usaha
penggemukan sapi potong memerlukan pakan dengan kwantitas yang cukup
dengan kualitas yang baik secara
kontinyu. Pemberian konsentrat sebagai pakan penguat biasanya dilakukan
terbatas oleh petani yang memiliki tingkat kemampuan ekonomi yang baik
(Kusnadi, dkk. 1993). Akibatnya secara
umum produktivitas sapi potong yang dipelihara petani di pedesaan menjadi
rendah. Menurut Saka (1990) dengan pola pemeliharaan secara tradisional,
tambahan bobot badan sapi Bali rata-rata 280 gram/ekor/hari.
Desa Sanggalangit merupakan salah
satu desa di Kecamatan Gerokgak yang berekosistem lahan kering dataran rendah
beriklim kering sejak tahun 2003 telah berkembang kelompok penggemukan
sapi. Penggemukan biasanya dilakukan
selama 8 bulan dengan pakan tambahan
berupa dedak padi dengan pakan dasar
berupa hijauan yang ketersediannya
sangat tergantung musim. Untuk mengetahui
pertumbuhan sapi penggemukan di lahan kering tersebut, maka dilakukan
penelitian ini.
MATERI DAN
METODE
Penelitian dilaksanakan selama 179 hari
yaitu dari bulan Februari sampai akhir
Agustus 2006, bekerja sama dengan Kelompok Ternak Niki Sato Desa Sanggalangit,
Kecamatan Gerokgak Buleleng-Bali. Penelitian disusun dalam rancangan Acak
Kelompok dengan 2 perlakuan pakan, yakni : P1 untuk kelompok sapi yang
diberikan pakan dasar hijauan segar dan kering secara ad libitum dengan tambahan pakan penguat berupa dedak padi sebanyak
2 kg/ekor; dan P2 dengan pakan seperti P1 namun di tambah feed aditif berupa probiotik
Bio Cas 5 ml per ekor per hari.
Probiotik Bio-Cas merupakan
cairan berwarna coklat hasil pengembangan BPTP Bali, yang mengandung multi
mikroorganisme yang bersifat
proteolitik, lignolitik, selulolitik, dan lipolitik. Mikroorganisme
ini dilaporkan mampu menguraikan bahan
organik kompleks dalam pakan menjadi lebih sederhana sehingga lebih mudah
diserap oleh saluran pencernaan.
Sapi yang digemukkan berumur
antara 1,5 sampai 2 tahun dengan bobot awal
rata-rata 229 kg untuk P1 dan 227 kg untuk P2. sapi-sapi tersebut
dipelihara pada kandang permanen, dan pada awal penelitian semua ternak diberikan
obat cacing yang mengandung oxfendazol.
Hijauan yang diberikan berupa rumput lapangan dan rumput kering dikombinasi
dengan hijauan legum seperti Lamtoro, Gamal dan lainnya. Pada saat puncak
kekeringan diberikan hijauan lain seperti Gamelina, Intaran (mimba) dan
sonokeling. Parameter yang diamati adalah
pertambahan bobot badan. Untuk mengetahui perkembangan bobot badan
ternak, dilakukan penimbangan setiap bulan sekali menggunakan timbangan
elektrik. Data dianalisis dengan t- test
dan secara deskriptif.
HASIL DAN
PEMBAHASAN
Bobot badan
sapi yang digemukkan baik kelompok sapi P1 maupun P2 terus mengalami
peningkatan. Laju pertambahan bobot badan sapi P2 lebih baik dibandingkan
dengan P1, terbukti dari bobot akhir yang lebih tinggi yaitu rata-rata 318 kg,
berbanding 305 kg meskipun bobot awal dari P1 lebih berat 2 kg yaitu 227 kg
berbanding 229 kg (Grafik 1).

Penggunaan probiotik Bio Cas pada
sapi-sapi P2, menyebabkan adanya selisih pertambahan bobot badan harian
rata-rata 80 gram ekor/hari. Hasil ini sejalan dengan laporan Kariada, dkk
(2002) dan Kariada, dkk. (2003) bahwa penggunaan probiotik Bio Cas dengan dosis
5 ml per ekor per hari untuk menggemukan sapi Bali memberikan pertambahan berat badan harian rata-rata 100
gram per hari. Laporan ini juga sejalan dengan laporan Yasa, dkk. (2001), bahwa
penggunaan probiotik Bio Cas pada induk sapi sebagai feed additif untuk flushing (pemberian pakan tambahan untuk induk
bunting 2 bulan sebelum dan sesudah melahirkan) dapat meningkatkan berat lahir
pedet jantan rata-rata 2 kg di atas
kontrol (18 kg vs 16 kg) demikian juga untuk pedet betina ( 17 kg vs
15kg). Menurut Yasa, dkk (2004)
pemberian probiotik Bio Cas 5 ml /ekor/hari
dapat meningkatkan kandungan eritrosit (sel darah merah), Hemoglobin, leukosit (sel darah putih), protein total darah, dan nilai hematokrit induk sapi Bali sehingga
berdampak positif terhadap pertumbuhan ternak.
Tabel 1. Pertambahan Bobot Badan Harian Sapi-Sapi Yang Digemukkan di
Kelompok Niki Sato, Desa Sanggalangit, Kec. Gerokgak, 2006
Perlakuan
|
Bobot awal
(kg)
|
Bobot
akhir (kg)
|
PBBH
(gram)
|
P1
|
229NS
|
305
|
0,43
|
P2
|
227NS
|
318*
|
0,51*
|
Keterangan :
P1 : Kelompok sapi yang
diberikan pakan tambahan 2 kg dedak padi
per ekor per hari
P2 : Kelompok sapi dengan
pakan seperti P1, namun diberikan tambahan probiotik Bio Cas 5 ml/ekor/hari
PBBH : pertambahan
bobot badan harian
NS : non significant
* : berbeda nyata
(P<0,05)
Pertambahan bobot
sapi untuk kedua perlakuan cukup baik pada bulan Maret sampai Juni, selanjutnya
laju pertumbuhannya mulai menurun pada bulan Juli sampai Agustus. Kondisi ini
seiring dengan menurunnya ketersediaan pakan khususnya untuk hijauan serta
kurang baiknya kondisi lingkungan dengan rendahnya curah hujan pada saat itu
(Tabel 1, Grafik 3).
Grafik 2.
Pertambahan bobot badan harian sapi Bali yang digemukkan di Desa Sanggalangit,
2006. Sumber : Data Primer

Grafik 3. Data Curah Hujan Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng selama 10
tahun (1999-2002). Sumber : Agung, S.M. 2006
Tabel 2.
Keterkaitan Musim Dengan Ketersediaan
Pakan di Kecamatan. Gerokgak, Kabupaten Buleleng Bali, 2004..
Parameter
|
Bulan
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
7
|
8
|
9
|
10
|
11
|
12
|
Musim Hujan
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pakan sulit
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Sumber
: Yasa, dkk. 2005
Menurut
Yasa, dkk (2006), sapi-sapi di Desa Sanggalangit mengalami lima bulan krisis pakan yaitu dari bulan Juli sampai Nopember (Tabel 2). Pada bulan-bulan
tersebut, sapi-sapi diberikan pakan seadanya dengan kualitas (kandungan gizi
rendah) dan kwantitas terbatas. Pakan yang diberikan hampir 70% berupa pakan
kering (hay) seperti limbah jagung, rumput gunung, jerami padi yang dibeli di
desa lain, daun pisang kering dan pada puncak krisis ternak diberikan daun
bambu. Untuk pakan segar, hijauan yang diberikan berupa daun gamal, lamtoro,
gamelina, sonokeling, intaran (mimba), daun kelapa, daun asam, waru, batang
pisang bahkan daun mangga juga diberikan (Tabel 3).
Jadi kecilnya pertambahan bobot badan harian sapi-sapi
tersebut pada bulan-bulan Juli dan
Agustus tidak terlepas dari ketersediaan pakan baik dari kualitas maupun
kwantitasnya. Memperhatikan kondisi seperti itu, penggemukan sebaiknya diawali
pada bulan Desember selanjutnya
dipasarkan pada bulan Mei tahun berikutnya. Strategi lain yang dapat dilakukan
berupa peningkatan 1) volume pemberian pakan penguat, namun dengan perhitungan
secara ekonomis terlebih dahulu; 2) memperbesar bobot badan awal sapi yang akan
digemukkan, yakni paling tidak 300 kg supaya waktu pemeliharaan yang dibutuhkan
untuk mencapai bobot potong menjadi lebih singkat (5 bulan); dan meningkatkan
sumber pakan hijauan bermutu melalui penananam hijauan pakan bermutu tahan
kering seperti lamtoro yang telah terbukti berproduksi sepanjang tahun.
Tabel 3. Keterkaitan Musim Dengan
Jenis Pakan yang Tersedia di Desa Sanggalangit, 2006.
Uraian
|
Bulan
|
4
|
5
|
6
|
7
|
8
|
9
|
10
|
11
|
12
|
1
|
2
|
3
|
Musim Hujan/Kering
|
x
|
x
|
|
|
|
|
|
x
|
xx
|
xxx
|
xxx
|
xx
|
A.
Ketersediaan
pakan Hijauan
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
1.
Rumput
|
xx
|
x
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
x
|
xx
|
xxx
|
xxx
|
2.
Gamal
|
xx
|
x
|
x
|
x
|
x
|
x
|
-
|
-
|
x
|
xx
|
xxx
|
xxx
|
3.
Lamtoro
|
xx
|
x
|
x
|
x
|
x
|
x
|
x
|
x
|
x
|
xx
|
xxx
|
xxx
|
4.
Gamelina
|
xx
|
x
|
x
|
x
|
x
|
x
|
x
|
x
|
x
|
xx
|
xxx
|
xxx
|
5.
Sonokeling
|
xx
|
x
|
x
|
x
|
x
|
x
|
x
|
x
|
x
|
xx
|
xxx
|
xxx
|
6.
Intaran
|
x
|
x
|
xx
|
xxx
|
xxx
|
xxx
|
xxx
|
xx
|
xx
|
x
|
x
|
x
|
B.
Pakan
Kering
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
1.
Limbah
jagung
|
-
|
-
|
-
|
-
|
x
|
xx
|
xx
|
xx
|
x
|
-
|
-
|
-
|
2.
Rumput
gunung
|
-
|
-
|
-
|
-
|
x
|
xx
|
xx
|
xx
|
x
|
-
|
-
|
-
|
3.
Jerami
Padi
|
-
|
-
|
-
|
-
|
x
|
xx
|
xx
|
xx
|
x
|
-
|
-
|
-
|
4.
Daun
bambu
|
-
|
-
|
-
|
-
|
x
|
xx
|
xx
|
xx
|
x
|
-
|
-
|
-
|
5.
Kraras
(daun pisang kering)
|
-
|
-
|
-
|
-
|
x
|
xx
|
xx
|
xx
|
x
|
-
|
-
|
-
|
C.
Pakan
lain
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
1.
Daun
kelapa
|
-
|
-
|
-
|
-
|
x
|
xx
|
xx
|
xx
|
x
|
-
|
-
|
-
|
2.
Daun
asem
|
-
|
-
|
-
|
-
|
x
|
xx
|
xx
|
xx
|
x
|
-
|
-
|
-
|
3.
Daun
mangga
|
-
|
-
|
-
|
-
|
x
|
xx
|
xx
|
xx
|
x
|
-
|
-
|
-
|
4.
Waru
|
-
|
-
|
-
|
-
|
x
|
xx
|
xx
|
xx
|
x
|
-
|
-
|
-
|
5.
Batang
pisang
|
-
|
-
|
-
|
-
|
x
|
xx
|
xx
|
xx
|
x
|
-
|
-
|
-
|
Keterangan
:
·
Jumlah x menunjukkan kwantitas
·
Sumber :
Yasa, dkk. (2006).
KESIMPULAN
DAN SARAN
-
Pertambahan bobot badan harian sapi-sapi yang
digemukkan di lahan kering Desa Sanggalangit tidak konsisten sepanjang tahun
disebabkan ketersediaan hijauan baik dari segi kualitas maupun kwantitas tidak
kontinyu sepanjang tahun karena pengaruh musim. Oleh karena itu 1) penggemukan
sebaiknya diawali pada bulan Desember
selanjutnya dipasarkan pada bulan Mei tahun berikutnya, 2) volume
pemberian pakan penguat perlu ditingkatkan disaat pakan mulai sulit namun
dengan perhitungan ekonomis 3)
memperbesar bobot badan awal sapi yang akan digemukkan, yakni paling tidak 300
kg supaya waktu pemeliharaan yang dibutuhkan untuk mencapai bobot potong
menjadi lebih singkat (5 bulan) dan 4) meningkatkan sumber pakan hijauan
bermutu melalui penananam hijauan pakan bermutu tahan kering seperti lamtoro.
-
Sapi-sapi yang diberikan feed aditif berupa probiotik
Bio Cas pertambahan bobot badannya rata-rata 80 gram lebih tinggi dibandingkan
kontrol, yaitu 0,51 kg berbanding 0,43 kg.
DAFTAR
PUSTAKA
Agung, M.S. 2006. Konsep dan
Strategi Penanganan Lahan Kering di Bali. Makalah disampaikan dalam Seminar
Pengembangan Pertanian Lahan Kering Menuju Petani Sejahtera, Denpasar, 22 Juli
2006.
Anonimous. 2000.
Informasi Data Peternakan Propinsi Bali Tahun 1999. Dinas Peternakan
Propinsi Bali. Denpasar
Anonimous. 2004. Statistik Peternakan di Provinsi Bali Tahun
2004. Dinas Peternakan Propinsi Bali, Denpasar.
Gunawan., M.A. Yusron., Aryogi dan A. Rasyid. 1996. Peningkatan
produktivitas pedet jantan sapi perah rakyat melalui penambahan pakan
konsentrat. Prosiding Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. Jilid 2.
Puslitbangnak. Bogor.
Kariada, I.K., I.M. Londra dan
I.N. Darmesta. 2002. Laporan Akhir Pengkajian Integrasi Ternak dengan Sayuran
di Daerah Dataran Tinggi Kering Beriklim Basah. BPTP Bali Denpasar.
Kariada, I.K., I.M. Londra dan
I.N. Darmesta. 2003. Laporan Akhir Pengkajian Integrasi Ternak dengan Sayuran
di Daerah Dataran Tinggi Kering Beriklim Basah. BPTP Bali Denpasar.
Kusnadi, U., M. Sabrani.,
Wiloeto., S. Iskandar., D. Sugandi., Subiharta.., Nandang dan Wartiningsih.
Hasil Penelitian Usahatani Ternak Terpadu di Dataran Tinggi Jawa Tengah. Balai
Penelitian Ternak, Bogor.
Saka, I.K. 1990. Pemberian pakan
dan pemeliharaan ternak kerja. Makalah dalam pertemuan Aplikasi Paket Teknologi
Sapi Potong. BIP Bali, Denpasar 10-13 Desember 1990
Suprapto., Mahaputra., M.A. T.
Sinaga., I.G.A. Sudaratmaja dan Sumartini. 1999. Laporan Akhir Pengkajian SUT
Tanaman Pangan di Lahan Marginal. Instalasi Penelitian dan Pengkajian Teknologi
Pertanian Denpasar. Bali
Suprapto., I.N. Adijaya., I.K.
Mahaputra dan I.M. Rai Yasa. 2000. Laporan Akhir Penelitian Sistem Usahatani
Diversifikasi Lahan Marginal. IP2TP Denpasar. Bali
Yasa, I M. R. 2001. Pengkajian Integrasi Tanaman dan Ternak
pada Lahan Kering Kabupaten Buleleng. Prosiding Seminar Nasional
Pengembangan Teknologi Pertanian Dalam Upaya Optimalisasi Potensi Wilayah Mendukung Otonomi Daerah. 365-367.
Yasa, I.M.R., S. Guntoro dan I N.
Adijaya. 2004. pengaruh pemberian probiotik biocas terhadap profil darah induk sapi bali di lahan kering Gerokgak Buleleng Bali. Makalah disampaikan dalam Seminar Nasional
Klinik Pertanian, Manado, 8-9 Juni 2004.
Yasa,
I.M.R., I.A. Parwati dan I K Mahaputra. 2004. Pola reproduksi induk sapi Bali
di lahan kering dikaitkan dengan musim, ketersediaan pakan dan
pemasarannya. Prosiding Seminar Nasional
Optimalisasi Teknologi Kreatif dan Peran Stakeholder dalam Percepatan Adopsi
Inovasi Teknologi Pertanian, Denpasar 28 September 2005. Pusat Analisis
Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian.
Bogor.
Yasa, I.M.R., I.N. Adijaya., I.K.
Mahaputra., I.W. Trisnawati., P. Sugiarta., A.K.Wirawan dan A. Rachim. 2006.
Laporan Participatory Rural Appraisal (PRA) Prima Tani di Desa Sanggalangit.
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bali. Denpasar.