Selasa, 20 Oktober 2015

Go Green, Dari Sekolah ke Lingkungan Rumah

Dalam satu dekade terakhir ini, isu mengenai pemanasan global telah menyebar ke penjuru dunia. Isu ini merupakan sebuah permasalahan yang harus diselesaikan secara bersama-sama oleh penduduk bumi dan membutuhkan komitmen seluruh negara di bumi. Penanganan masalah pemanasan global memerlukan kerjasama yang baik antara masyarakat dan pemerintah di segala bidang, baik bidang pendidikan, bidang sosial budaya, bidang kesehatan, dan bidang lainnya. Kerjasama yang baik ini akan membuahkan hasil yang akan bermanfaat bagi kehidupan di bumi secara luas, keindahan, kesehatan, serta ketenangan hati. 

Di Indonesia sendiri, program untuk menangani masalah pemanasan global biasa disebut ‘Go Green’. Program ini telah masuk ke beberapa bidang, salah satunya adalah bidang pendidikan. Dalam dunia pendidikan ada satu program yaitu bernama sekolah program Adiewiyata. Program ini bertujuan untuk mengajak sekolah-sekolah di Indonesia untuk menciptakan suasana lingkungan sekolah yang hijau dan segar. Fokus utama program Adiewiyata adalah mengajak untuk peduli lingkungan. Sekolah yang telah memenuhi persyaratan akan mendapatkan gelar sebagai sekolah Adiewiyata.

Saat ini lingkungan sudah semakin rusak dan menyedihkan. Banyaknya pembangunan gedung dan jalan yang sudah merambah sampai ke pelosok desa telah memberikan dampak buruk bagi keadaan lingkungan. Semakin berkurangnya daerah resapan air akan menyebabkan banjir. Penebangan pohon secara sembarangan serta kurangnya reboisasi pada lahan gundul akan menyebabkan tanah longsor dan berkurangnya kadar oksigen di bumi. 

Kenyataan di atas belum merupakan akhir dari rentetan masalah yang dapat menyebabkan pemanasan global. Masalah lain timbul dari limbah dan asap pabrik serta pembakaran sampah yang akan menimbulkan kumpulan gas yang mempengaruhi timbulnya efek rumah kaca, yang pada akhinya akan membuat bumu semakin panas. Hal ini akan menyebabkan pencairan es di kutub utara, sehingga air laut akan meningkat. Dengan begitu, lama-kelamaan daratan di bumi akan semakin berkurang jumlahnya. 

Untuk itulah sekolah sebagai wadah bagi kaum intektualitas membiasakan diri untuk berperilaku menjaga lingkungan hidup. Melalui program Adiewiyata, sekolah dapat mengajak para siswa untuk menjaga lingkungan dan melakukan reboisasi di lingkungan sekolah agar lingkungan sekolah menjadi hijau. Tidak hanya putus di lingkungan sekolah saja, sekolah juga menghimbau siswa untuk meneruskan apa yang telah dipraktekkan di sekolah tersebut ke lingkungan di sekitar rumahnya dan jika memungkinkan ke lingkungan yang lebih luas lagi.

Selain melalui program Adiewiyata, sekolah juga dapat menyisipkan program Go Green ke dalam proses pembelajaran. Dalam pelajaran Tematik Sekolah Dasar kelas 4 kurikulim 2013, ada beberapa kegiatan pembelajaran yang pada intinya mengajak siswa untuk menjaga lingkungan. Sebagai contoh adalah pemanfaatan barang bekas seperti botol dan kardus untuk membuat boneka diri, kardus bekas untuk membuat bingkai foto, membuat pupuk kompos dari kotoran hewan dan daun kering, memanfaatkan botol bekas untuk menanam tanaman hias, dan sebagainya.

Kegiatan-kegiatan seperti di atas dapat merangsang minat siswa untuk dapat belajar dengan menyenangkan.Namun, poin pentingnya yang ingin dicapai adalah memaduan antara kreativitas siswa dan kepedulian terhadap lingkungan. Dengan begitu guru dapat menilai tingkat kreativitas siswa dan karakter yang ada pada diri siswa tersebut. Selain itu, berkaitan dengan kepedulian lingkungan, dengan memanfaatkan barang bekas tersebut, maka akan mengurangi proses pembakaran dan mengajarkan kepada siswa untuk tidak membudayakan budaya konsumtif. Melalui program-program ini maka akan membiasakan semua warga sekolah untuk cinta lingkungan.








Kandungan & Manfaat Pada Susu Sapi


Setiap 100 gram susu terkandung panas sebesar 70.5 kilokalori, protein sebanyak 3.4 gram, lemak 3.7 gram, mengandung kalsium sebesar 125 miligram, sementara prosentase penyerapan dalam tubuh sebesar 98% – 100%.

Di dalam susu terkandung vitamin B2 dan vitamin A, selain protein juga terdapat macam-macam asam amino yang penting untuk pertumbuhan tubuh. Sekarang, susu sapi dijuluki sebagai bahan makanan dengan kandungan vitamin lengkap, juga sebagai “darah putih” yang membantu kesehatan tubuh manusia.

Dengan mengkonsumsi minimal segelas setiap hari, maka Anda akan mendapatkan banyak manfaat susu bagi tubuh, Seperti :

    * Kandungan potassiumnya dapat menggerakan dinding pembuluh darah sehingga mampu menjaganya agar tetap stabil. Sehingga Anda jauh dari penyakit darah tinggi serta penyakit jantung.
    * Kandungan yodium, seng dan leticin-nya dapat meningkatkan secara drastis keefisiensian kerja otak besar.
    * Zat besi, tembaga dan vitamin A dalam susu mempunyai fungsi terhadap kecantikan, yaitu dapat mempertahankan kulit agar tetap bersinar.
    * Kandungan tyrosine dalam susu dapat mendorong hormon kegembiraan dan membuat tidur seseorang menjadi lebih nyenyak.
    * Kalsium susu dapat menambah kekuatan tulang, mencegah tulang menuyusut dan patah tulang.
    * Kandungan magnesium dalam susu dapat membuat jantung dan sistem syaraf tahan terhadap kelelahan.
    * Kandungan Seng pada susu sapi dapat menyembuhkan luka dengan cepat.
    * Kandungan vitamin B2 di dalam susu sapi dapat meningkatkan ketajaman penglihatan.


Tapi menurut Da Zhong Jian Kang Wang
Orang-orang yang mengkonsumsi segelas susu setiap harinya minimal mendapat 10 macam manfaat dari susu :

1. Susu mengandung potassium, yang dapat menggerakan dinding pembuluh darah pada saat tekanan darah tinggi untuk menjaganya agar tetap stabil, mengurangi bahaya akibat apopleksi, juga dapat mencegah penyakit darah tinggi dan penyakit jantung.

2. Dapat menetralisir racun seperti logam, timah dan cadmium dari bahan makanan lain yang diserap oleh tubuh.

3. Kandungan tyrosine dalam susu dapat mendorong hormon kegembiraan—unsur serum dalam darah tumbuh dalam skala besar.

4. Kandungan yodium, seng dan leticin dapat meningkatkan secara drastis keefisiensian kerja otak besar.

5. Zat besi, tembaga dan vitamin A dalam susu mempunyai fungsi terhadap kecantikan, yaitu dapat mempertahankan kulit agar tetap bersinar.

6. Kalsium susu dapat menambah kekuatan tulang, mencegah tulang menuyusut dan patah tulang.

7. Kandungan magnesium dalam susu dapat membuat jantung dan sistem syaraf tahan terhadap kelelahan.

8. Kandungan Seng pada susu sapi dapat menyembuhkan luka dengan cepat.

9. Kandungan vitamin B2 di dalam susu sapi dapat meningkatkan ketajaman penglihatan.

10. Minum susu sebelum tidur dapat membantu tidur.

PENCEMARAN AKIBAT LIMBAH PETERNAKAN DAN PENANGANANNYA

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Usaha peternakan mempunyai prospek untuk dikembangkan karena tingginya permintaan akan produk peternakan. Usaha peternakan juga memberi keuntungan yang cukup tinggi dan menjadi sumber pendapatan bagi banyak masyarakat di perdesaaan di Indonesia. Namun demikian, sebagaimana usaha lainnya, usaha peternakan juga menghasilkan limbah yang dapat menjadi sumber pencemaran. Oleh karena itu, seiring dengan kebijakan otonomi, maka pemgembangan usaha peternakan yang dapat meminimalkan limbah peternakan perlu dilakukan oleh pemerintah kabupaten/kota untuk menjaga kenyamanan permukiman masyarakatnya. Salah satu upaya kearah itu adalah dengan memanfaatkan limbah peternakan sehingga dapat memberi nilai tambah bagi usaha tersebut. Kebijakan otonomi daerah perlu diantisipasi oleh aparat pemerintah daerah, khususnya di kabupaten/kota yang menjadi ujung tombak pembangunan, sehingga kabupaten/kota dapat berbenah diri dalam menggali segala potensi baik potensi sumber daya alam maupun potensi sumber daya manusia. Dengan demikian potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia yang ada di daerah tersebut dapat dimanfaatkan seoptimal mungkin untuk kepentingan pembangunan daerah dan kesejahteraan masyarakat.
Kebanyakan masyarakat yang berada di pedesaan semuanya menyatu dengan kegiatan-kegiatan yang ada kaitannya dengan pertanian secara luas kerena memang itulah keahlian mereka yang dapat digunakan untuk mempertahankan kehidupannya. Tidak heran seorang petani selain mengolah sawahnya, mereka juga memelihara ternak misalnya ternak bebek, ayam kampung atau yang sering dikenal ayam buras, ada juga yang memelihara domba, kambing, sapi ataupun kerbau.
Dilain pihak krisis ekonomi yang telah melanda bangsa Indonesia sejak pertengahan tahun 1997 telah memberikan pelajaran yang sangat berharga bagi kita semua, dimana betapa rapuhnya pondasi perekonomian yang tidak dilandasi oleh potensi sumber daya lokal.
Sejauh ini kebijakan pemerintah yang lebih berorentasi pada sistem pertanian konvensional di mana banyak mengandalkan input produksi seperti pupuk organik ataupun pestisida dalam jumlah tinggi untuk memacu target produksi. Dalam kenyataan hal tersebut justru telah memberikan dampak negatif terhadap ekosistem lahan pertanian yang ada sehingga lambat laun akan menurunkan produktivitas pertanian dan akibatnya akan berdampak pada pendapatan dan kesejahteraan petani. Namun pada kenyataannya sektor pertanian ternyata telah mampu menunjukan ketangguhannya dalam mengahadapi badai krisis.
Negara kita adalah negara agraris, di mana sebagian besar penduduknya mengandalkan sektor pertanian, namun rata-rata kepemilikan penduduk atas lahan pertanian kurang dari 0,3 hektar, terutama di pulau Jawa. Dari kondisi kepemilikan lahan yang sempit ditambah dengan sistem pertanian yang masih mengandalkan input produksi tinggi menyebabkan petani berada dalam lingkaran kemiskinan yang tiada putus-putusnya. Petani dengan pendapatan rendah tidak akan mampu menabung, meningkatkan pendidikan dan keterampilan apalagi meningkatkan investasinya guna meningkatkan produksi.
Dalam keterbatasan yang dilematis tersebut diperlukan jalan keluar yang bijaksana dengan membangun paradigma baru, yaitu sistem pertanian yang berwawasan ekologis, ekonomis dan berkesinambungan, ini sering juga disebut sustainable mix farming atau mix farming.
Sistem mix-Farming, ini diarahkan pada upaya memperpanjang siklus biologis dengan mengoptimalkan pemanfaatan hasil samping pertanian dan peternakan atau hasil ikutannya, dimana setiap mata rantai siklus menghasilkan produk baru yang memiliki nilai ekonomi tinggi, sehingga dengan sistem ini diharapkan pemberdayaan dan pemanfaatan lahan marginal di seluruh daerah (kabupaten/kota) dapat lebih dioptimalkan. Hal tersebut dimaksudkan untuk mendukung kebijakan pemerintah dalam hal kecukupan pangan dengan cara mengembangkan sistem pertanian yang terintegrasi misalnya tanaman pangan pakan dan ternak, juga dapat memanfaatkan hasil samping atau hasil ikutan peternakan seperti kompos (manure), dimana dapat digunakan sebagai bahan baku pupuk organik dan limbah pertaniannya dapat dipakai sebagai pakan ternak.
Sehubungan hal tersebut di atas konsep pertanian masa depan harus dirumuskan secara komprehenship, dimana dapat mengantisipasi berbagai tantangan, seperti pasar global dan otonomi daerah, salah satu model yang dapat mengantisipasi tantangan pasar global adalah pengembangan sistem pertanian yang berkelanjutan (sustainable mixed –farming) dengan berbagai industri peternakan. Bagi masyarakat pedesaan ternak-ternak seperti kerbau, sapi potong, sapi perah, kambing, domba, itik, bebek ataupun ayam buras memilki peranan strategis karena ternak-ternak tersebut dapat digunakan sebagai tabungan hidup, sumber tenaga kerja bagi ternak kerbau dan sapi potong. Ternak juga dapat dipakai sebagai penghasil pupuk organik dimana sangat baik untuk meningkatkan produksi pertanian, selain itu ternak juga dapat dijadikan dalam meningkatkan status sosial.
Dalam presfektif ekonomi makro, peternakan merupakan sumber pangan yang berkualitas, misalnya daging ataupun susu merupakan bahan baku industri pengolahan pangan, di mana dapat menghasilkan abon, dendeng, bakso, sosis, keju, mentega ataupun krim dan juga dapat menghasilkan kerajinan-kerajinan kulit tanduk ataupun tulang. Jadi dari semua kegiatan-kegiatan yang ada kaitannya dengan pertanian dan peternakan dapat menciptakan lapangan kerja. Pembangunan pertanian dalam konteks otonomi daerah yang disesuaikan dengan permintaan pasar global sehingga pengembangan sistem pertanian terpadu sangatlah menjanjikan, meskipun tetap harus memperhatikan aspek agro ekosistem wilayah dan sosio kultur masyarakatnya (Sofyadi, 2005).
Selama ini banyak keluhan masyarakat akan dampak buruk dari kegiatan usaha peternakan karena sebagian besar peternak mengabaikan penanganan limbah dari usahanya, bahkan ada yang membuang limbah usahanya ke sungai, sehingga terjadi pencemaran lingkungan. Limbah peternakan yang dihasilkan oleh aktivitas peternakan seperti feces, urin, sisa pakan, serta air dari pembersihan ternak dan kandang menimbulkan pencemaran yang memicu protes dari warga sekitar. Baik berupa bau tidak enak yang menyengat, sampai keluhan gatal-gatal ketika mandi di sungai yang tercemar limbah peternakan.
Berkenaan dengan hal tersebut, maka upaya mengatasi limbah ternak yang selama ini dianggap mengganggu karena menjadi sumber pencemaran lingkungan perlu ditangani dengan cara yang tepat sehingga dapat memberi manfaat lain berupa keuntungan ekonomis dari penanganan tersebut. Penanganan limbah ini diperlukan bukan saja karena tuntutan akan lingkungan yang nyaman tetapi juga karena pengembangan peternakan mutlak memperhatikan kualitas lingkungan, sehingga keberadaannya tidak menjadi masalah bagi masyarakat di sekitarnya.

1.2. Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk menelaah lebih jauh tentang pencemaran yang diakibatkan oleh limbah usaha peternakan serta upaya penanganan yang dapat dilakukan untuk mengatasinya.

1.3. Metode Penulisan
Penulisan dilakukan secara diskriptif dengan mengambil bahan dari pustakan maupun dari sumber lain yang berkaitan dengan judul makalah.

II. LIMBAH TERNAK
2.1. Jenis Limbah Usaha Peternakan
Limbah ternak adalah sisa buangan dari suatu kegiatan usaha peternakan seperti usaha pemeliharaan ternak, rumah potong hewan, pengolahan produk ternak, dan sebagainya. Limbah tersebut meliputi limbah padat dan limbah cair seperti feses, urine, sisa makanan, embrio, kulit telur, lemak, darah, bulu, kuku, tulang, tanduk, isi rumen, dan lain-lain (Sihombing, 2000). Semakin berkembangnya usaha peternakan, limbah yang dihasilkan semakin meningkat.
Total limbah yang dihasilkan peternakan tergantung dari species ternak, besar usaha, tipe usaha dan lantai kandang. Kotoran sapi yang terdiri dari feces dan urine merupakan limbah ternak yang terbanyak dihasilkan dan sebagian besar manure dihasilkan oleh ternak ruminansia seperti sapi, kerbau kambing, dan domba. Umumnya setiap kilogram susu yang dihasilkan ternak perah menghasilkan 2 kg limbah padat (feses), dan setiap kilogram daging sapi menghasilkan 25 kg feses (Sihombing, 2000).
Menurut Soehadji (1992), limbah peternakan meliputi semua kotoran yang dihasilkan dari suatu kegiatan usaha peternakan baik berupa limbah padat dan cairan, gas, maupun sisa pakan. Limbah padat merupakan semua limbah yang berbentuk padatan atau dalam fase padat (kotoran ternak, ternak yang mati, atau isi perut dari pemotongan ternak). Limbah cair adalah semua limbah yang berbentuk cairan atau dalam fase cairan (air seni atau urine, air dari pencucian alat-alat). Sedangkan limbah gas adalah semua limbah berbentuk gas atau dalam fase gas.
Pencemaran karena gas metan menyebabkan bau yang tidak enak bagi lingkungan sekitar. Gas metan (CH4) berasal dari proses pencernaan ternak ruminansia. Gas metan ini adalah salah satu gas yang bertanggung jawab terhadap pemanasan global dan perusakan ozon, dengan laju 1 % per tahun dan terus meningkat. Apppalagi di Indonesia, emisi metan per unit pakan atau laju konversi metan lebih besar karena kualitas hijauan pakan yang diberikan rendah. Semakin tinggi jumlah pemberian pakan kualitas rendah, semakin tinggi produksi metan (Suryahadi dkk., 2002).

2.2. Dampak Limbah Peternakan
Limbah ternak masih mengandung nutrisi atau zat padat yang potensial untuk mendorong kehidupan jasad renik yang dapat menimbulkan pencemaran. Suatu studi mengenai pencemaran air oleh limbah peternakan melaporkan bahwa total sapi dengan berat badannya 5.000 kg selama satu hari, produksi manurenya dapat mencemari 9.084 x 10 7 m3 air. Selain melalui air, limbah peternakan sering mencemari lingkungan secara biologis yaitu sebagai media untuk berkembang biaknya lalat. Kandungan air manure antara 27-86 % merupakan media yang paling baik untuk pertumbuhan dan perkembangan larva lalat, sementara kandungan air manure 65-85 % merupakan media yang optimal untuk bertelur lalat.
Kehadiran limbah ternak dalam keadaan keringpun dapat menimbulkan pencemaran yaitu dengan menimbulkan debu. Pencemaran udara di lingkungan penggemukan sapi yang paling hebat ialah sekitar pukul 18.00, kandungan debu pada saat tersebut lebih dari 6000 mg/m3, jadi sudah melewati ambang batas yang dapat ditolelir untuk kesegaran udara di lingkungan (3000 mg/m3)
Salah satu akibat dari pencemaran air oleh limbah ternak ruminansia ialah meningkatnya kadar nitrogen. Senyawa nitrogen sebagai polutan mempunyai efek polusi yang spesifik, dimana kehadirannya dapat menimbulkan konsekuensi penurunan kualitas perairan sebagai akibat terjadinya proses eutrofikasi, penurunan konsentrasi oksigen terlarut sebagai hasil proses nitrifikasi yang terjadi di dalam air yang dapat mengakibatkan terganggunya kehidupan biota air (Farida, 1978).
Hasil penelitian dari limbah cair Rumah Pemotongan Hewan Cakung, Jakarta yang dialirkan ke sungai Buaran mengakibatkan kualitas air menurun, yang disebabkan oleh kandungan sulfida dan amoniak bebas di atas kadar maksimum kriteria kualitas air. Selain itu adanya Salmonella spp. yang membahayakan kesehatan manusia.
Tinja dan urine dari hewan yang tertular dapat sebagai sarana penularan penyakit, misalnya saja penyakit anthrax melalui kulit manusia yang terluka atau tergores. Spora anthrax dapat tersebar melalui darah atau daging yang belum dimasak yang mengandung spora. Kasus anthrax sporadik pernah terjadi di Bogor tahun 2001 dan juga pernah menyerang Sumba Timur tahun 1980 dan burung unta di Purwakarta tahun 2000 (Soeharsono, 2002).

III. PENANGANAN LIMBAH PETERNAKAN
Limbah peternakan dapat dimanfaatkan untuk berbagai kebutuhan, apalagi limbah tersebut dapat diperbaharui (renewable) selama ada ternak. Limbah ternak masih mengandung nutrisi atau zat padat yang potensial untuk dimanfaatkan. Limbah ternak kaya akan nutrient (zat makanan) seperti protein, lemak, bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN), vitamin, mineral, mikroba atau biota, dan zat-zat yang lain (unidentified subtances). Limbah ternak dapat dimanfaatkan untuk bahan makanan ternak, pupuk organik, energi dan media pelbagai tujuan (Sihombing, 2002).

3.1. Pemanfaatan Untuk Pakan dan Media Cacing Tanah
Sebagai pakan ternak, limbah ternak kaya akan nutrien seperti protein, lemak BETN, vitamin, mineral, mikroba dan zat lainnya. Ternak membutuhkan sekitar 46 zat makanan esensial agar dapat hidup sehat. Limbah feses mengandung 77 zat atau senyawa, namun didalamnya terdapat senyawa toksik untuk ternak. Untuk itu pemanfaatan limbah ternak sebagai makanan ternak memerlukan pengolahan lebih lanjut. Tinja ruminansia juga telah banyak diteliti sebagai bahan pakan termasuk penelitian limbah ternak yang difermentasi secara anaerob.
Penggunaan feses sapi untuk media hidupnya cacing tanah, telah diteliti menghasilkan biomassa tertinggi dibandingkan campuran feces yang ditambah bahan organik lain, seperti feses 50% + jerami padi 50%, feses 50% + limbah organik pasar 50%, maupun feses 50% + isi rumen 50% (Farida, 2000).

3.2. Pemanfaatan Sebagai Pupuk Organik
Pemanfaatan limbah usaha peternakan terutama kotoran ternak sebagai pupuk organik dapat dilakukan melalui pemanfaatan kotoran tersebut sebagai pupuk organik. Penggunaan pupuk kandang (manure) selain dapat meningkatkan unsur hara pada tanah juga dapat meningkatkan aktivitas mikrobiologi tanah dan memperbaiki struktur tanah tersebut.
Kandungan Nitrogen, Posphat, dan Kalium sebagai unsur makro yang diperlukan tanaman, tersaji dalam tabel berikut.
Kadar N, P dan K dalam Pupuk Kandang dari Beberapa Jenis Ternak
Jenis Pupuk Kandang
Kandungan (%)
N
P2O5
K2O
Kotoran Sapi
Kotoran Kuda
Kotoran Kambing
Kotoran Ayam
Kotoran Itik
0.6
0.4
0.5
1.6
1.0
0.3
0.3
0.3
0.5
1.4
0.1
0.3
0.2
0.2
0.6
Sumber : Nurhasanah, Widodo, Asari, dan Rahmarestia, 2006
Kotoran ternak dapat juga dicampur dengan bahan organik lain untuk mempercepat proses pengomposan serta untuk meningkatkan kualitas kompos tersebut .

3.3. Pemanfaatan Untuk Gasbio
Permasalahan limbah ternak, khususnya manure dapat diatasi dengan memanfaatkan menjadi bahan yang memiliki nilai yang lebih tinggi. Salah satu bentuk pengolahan yang dapat dilakukan adalah menggunakan limbah tersebut sebagai bahan masukan untuk menghasilkan bahan bakar gasbio. Kotoran ternak ruminansia sangat baik untuk digunakan sebagai bahan dasar pembuatan biogas. Ternak ruminansia mempunyai sistem pencernaan khusus yang menggunakan mikroorganisme dalam sistem pencernaannya yang berfungsi untuk mencerna selulosa dan lignin dari rumput atau hijauan berserat tinggi. Oleh karena itu pada tinja ternak ruminansia, khususnya sapi mempunyai kandungan selulosa yang cukup tinggi. Berdasarkan hasil analisis diperoleh bahwa tinja sapi mengandung 22.59% sellulosa, 18.32% hemi-sellulosa, 10.20% lignin, 34.72% total karbon organik, 1.26% total nitrogen, 27.56:1 ratio C:N, 0.73% P, dan 0.68% K .
Gasbio adalah campuran beberapa gas, tergolong bahan bakar gas yang merupakan hasil fermentasi dari bahan organik dalam kondisi anaerob, dan gas yang dominan adalah gas metan (CH4) dan gas karbondioksida (CO2) (Simamora, 1989). Gasbio memiliki nilai kalor yang cukup tinggi, yaitu kisaran 4800-6700 kkal/m3, untuk gas metan murni (100 %) mempunyai nilai kalor 8900 kkal/m3. Produksi gasbio sebanyak 1275-4318 I dapat digunakan untuk memasak, penerangan, menyeterika dan mejalankan lemari es untuk keluarga yang berjumlah lima orang per hari.
Pembentukan gasbio dilakukan oleh mikroba pada situasi anaerob, yang meliputi tiga tahap, yaitu tahap hidrolisis, tahap pengasaman, dan tahap metanogenik. Pada tahap hidrolisis terjadi pelarutan bahan-bahan organik mudah larut dan pencernaan bahan organik yang komplek menjadi sederhana, perubahan struktur bentuk primer menjadi bentuk monomer. Pada tahap pengasaman komponen monomer (gula sederhana) yang terbentuk pada tahap hidrolisis akan menjadi bahan makanan bagi bakteri pembentuk asam. Produk akhir dari gula-gula sederhana pada tahap ini akan dihasilkan asam asetat, propionat, format, laktat, alkohol, dan sedikit butirat, gas karbondioksida, hidrogen dan amoniak.
Model pemroses gas bio yang banyak digunakan adalah model yang dikenal sebagai fixed-dome. Model ini banyak digunakan karena usia pakainya yang lama dan daya tampungnya yang cukup besar. Meskipun biaya pembuatannya memerlukan biaya yang cukup besar.
Untuk mengatasi mahalnya pembangunan pemroses biogas dengan model feixed-dome, tersebut sebuah perusahaan di Jawa Tengah bekerja sama dengan Balai Pengkajian dan Penerapan Teknolgi Ungaran mengembangkan model yang lebih kecil untuk 4-5 ekor ternak, yang siap pakai, dan lebih murah karena berbahan plastic yang dipendam di dalam tanah.
Di perdesaan, gasbio dapat digunakan untuk keperluan penerangan dan memasak sehingga dapat mengurangi ketergantungan kepada minyak tanah ataupun listrik dan kayu bakar. Bahkan jika dimodifikasi dengan peralatan yang memadai, biogas juga dapat untuk menggerakkan mesin.

3.4. Pemanfaatan Lainnya
Selain dimanfaatkan untuk pupuk, bahan pakan, atau gasbio, kotoran ternak juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar dengan mengubahnya menjadi briket dan kemudian dijemur/dikeringkan. Briket ini telah dipraktekkan di India dan dapat mengurangi kebutuhan akan kayu bakar.
Pemanfaatan lain adalah penggunaan urin dari ternak untuk campuran dalam pembuatan pupuk cair maupun penggunaan lainnya.

IV. KESIMPULAN
1. Limbah usaha peternakan berpeluang mencemari lingkungan jika tidak dimanfaatkan. Namun memperhatikan komposisinya, kotoran ternak masih dapat dimanfaatkan sebagai bahan pakan, media pertumbuhan cacing, pupuk organik, gas bio, dan briket energi.
2. Pemanfaatan limbah ternak akan mengurangi tingkat pencemaran lingkungan baik pencemaran air, tanah, maupun udara. Pemanfaatan tersebut juga menghasilkan nilai tambah yang bernilai ekonomis.

DAFTAR PUSTAKA
Farida E. 2000. Pengaruh Penggunaan Feses Sapi dan Campuran Limbah Organik Lain Sebagai Pakan atau Media Produksi Kokon dan Biomassa Cacing Tanah Eisenia foetida savigry. Skripsi Jurusan Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak. IPB, Bogor.
Sofyadi Cahyan, 2003. Konsep Pembangunan Pertanian dan Peternakan Masa Depan. Badan Litbang Departemen Pertanian. Bogor.
Sihombing D T H. 2000. Teknik Pengelolaan Limbah Kegiatan/Usaha Peternakan. Pusat Penelitian Lingkungan Hidup Lembaga Penelitian, Institut Pertanian Bogor
Soehadji, 1992. Kebijakan Pemerintah dalam Industri Peternakan dan Penanganan Limbah Peternakan. Direktorat Jenderal Peternakan, Departemen Pertanian. Jakarta.
Widodo, Asari, dan Unadi, 2005. Pemanfaatan Energi Biogas Untuk Mendukung Agribisnis Di Pedesaan. Publikasi Balai Besar Pengembangan Mekanisasi Pertanian Serpong.


Sumber :  http://pratamasandra.wordpress.com/makalah/

Cara Menjalani Pola Hidup Sehat yang Benar

Sebenarnya pola hidup yang benar tidaklah susah akan tetapi juga tidaklah gampang, karena setiap mempunyai kondisi tubuh yang berbeda-beda. Ada yang bergadang tiap hari, akan tetapi tidak mempengaruhi kesehatannya, akan tetapi ada yang bergadang hanya 1 hari langsung mengalami demam atau meriang. Hal ini disebabkan daya tahan seseorang yang berbeda-beda. Akan tetapi pada dasarnya setiap manusia pasti mengingikan pola hidup yang sehat, hanya saja mereka tidak mengetahui bagaimana caranya. 


Disini saya akan berbagi pengalaman bagaimana cara menjalani pola hidup sehat yang baik dan benar menurut berbagai sumber kesehatan yang ada sekarang. Langsung saja :

1. Tidur yang teratur dan cukup, pola tidur yang sehat sebenarnya dari jam 9 malam sampai dengan jam     6 pagi. Karena jam tidur yang normal dan sehat adalah 8-9 jam. Jika anda tidur kurang atau lebih dari     8-9 jam, akan ada kemungkinan anda akan mengalami sesuatu yang membuat anda menjadi tidak          sehat. Jadi ingat!!! tidur yang yang cukup itu sangat penting.

2. Makan makanan 4 sehat 5 sempurna juga merupakan pola makan yang sehat, dan minimal 3 kali          sehari. 

3. Jika anda seorang pekerja, jam kerja anda maksimal 10 jam saja, jika lebih dari itu ditakutkan tubuh       anda akan rentan terhadap penyakit karena terlalu berlebihan dalam penggunaannya dalam bekerja.
    Karena tubuh memerlukan istirahat juga untuk mengembalikannya ke keadaan yang normal                   kembali. Jika tubuh anda dalam keadaan tidak normal, makanya ada kemungkinan anda akan mudah     terserang penyakit.

4. Jauhi rokok, makanan cepat saji, minuman beralkohol dan lainnya yang dapat merusak organ tubuh       anda.

Selasa, 01 Januari 2013

2.1 Pertumbuhan Penduduk
Pertumbuhan penduduk dunia setiap saat semakin bertambah. Pertumbuhan penduduk ini juga diikuti dengan perkembangan-perkembangan lain dalam berbagai bidang. Mulai dari teknologi,ekonomi, hingga menyangkut masalah sosial. Sesuai dengan judul bahasan di atas yaitu Penduduk,Masyarakat,dan Kebudayaan yang antara satu dengan lainnya memiliki hubungan yang saling terkait. Hubungan dari ketiga hal tersebut bisa diterangkan seperti kalau ada penduduk tentu ada masyarakat dan apabila ada masyarakat tentu ada kebudayaan yang terlahir dari masyarakat tersebut.
Kembali ke topik awal mengenai pertumbuhan penduduk dunia, tentunya kurang lengkap bila tidak disertai dengan data-data pendukungnya. Dalam hal ini akan saya sajikan data dalam bentuk grafik pertumbuhan penduduk dari beberapa negara. Salah satunya tentu Indonesia.
· Grafik Perkembangan Penduduk Dunia

· Grafik Perkembangan Penduduk Indonesia
· Grafik Perkembangan Penduduk Amerika Serikat
· Grafik Perkembangan Penduduk China
· Grafik Perkembangan Penduduk India
· Grafik Perkembangan Penduduk Singapura
Data terakhir yang diambil tentang perkiraan penduduk dunia pada pertengahan tahun yang di hitung pada tanggal 2 Oktober 2010 adalah sejumlah 6.697.254.040.53 atau “Enam milyar enam ratus Sembilan puluh tujuh juta jiwa dua ratus lima puluh empat ribu empat puluh jiwa” jiwa (Google Public Data yang bersumber dari Bank Dunia). Meskipun pengukuran tersebut masih menggunakan perhitungan secara kasar/ tidak factual tetapi menunjukkan besarnya tingkat pertumbuhan dari penduduk dunia. Saat ini negara kita menempati peringkat ke-4 dunia dengan 237,6 juta jiwa . Dengan pertumbuhan per tahun rata-rata 3 juta jiwa( Data Sensus Penduduk 2010).
Pertumbuhan penduduk dunia dipengaruhi oleh beberapa faktor. Salah satunya adalah faktor demografi. Yaitu:
1. Kematian (Mortalitas)
Kematian adalah hilangnya nyawa dari jasad. Kematian adalah faktor yang mengurangi jumlah dari penduduk dunia. Namun sekarang ini, tingkat kelahiran lebih tinggi dari kematian. Yang menyebabkan setiap saat jumlah penduduk senantiasa meningkat.
Ada beberapa cara / metode untuk menghitung angka kematian. Yaitu:
· Angka Kematian Kasar
Adalah angka yang menunjukan besarnya kematian yang terjadi pada pertengahan tahun tertentu untuk setiap 1000 penduduk.Perhitungan ini disebut kasar karena memperhitungkan kematian secara global atau umum.
Rumus :
CDR : D/P x K
Ket :
CDR = Crude Death Rate (Angka Kematian Kasar)
D = Jumlah kematian pada tahun tertentu
P = Jumlah penduduk pada pertengahan tahun tertentu
K = Konstanta 1000
· Angka Kematian Khusus Menurut Umur
adalah jumlah kematian penduduk pada tahun tertentu berdasarkan klasifikasi umur tertentu.
Rumus :
ASDR i = D i / Pm i x k
Ket :
ASDR i = Angka Kematian Khusus
D i = Jumlah kematian pada kelompok umur tertentu
Pm I = Jumlah penduduk pada pertengahan tahun tertentu
K = konstanta
Sumber : www.datastatistik-indonesia.com
2. Kelahiran (Natalitas)
Kelahiran adalah proses bertambahnya individu dalam suatu masyarakat. Angka kelahiran yang tidak terkontrol akan menyebabkan jumlah penduduk meningkat dengan pesat. Hal ini juga berakibat munculnya masalah dalam berbagai bidang kehidupan.
Cara menghitung angka kelahiran :
· Angka Kelahiran Kasar
dalah angka yang menunjukkan banyaknya kelahiran pada tahun tertentu per 1000 penduduk pada pertengahan tahun yang sama.CBR berguna untuk mengetahui tingkat kelahiran yang terjadi di suatu daerah tertentu dan pada waktu tertentu.
Rumus:
CBR = B/P x K
Ket:
CBR = Crude Birth Rate (Angka Kelahiran Kasar)
B = Jumlah kelahiran
P = Jumlah Penduduk Pada pertengahan tahun
K = konstanta 1000
· Angka Kelahiran Khusus/ Umur
adalah angka yang menunjukkan kelahiran per 1000 perempuan pada kelompok umur tertentu antara 15-49 tahun. Hal ini berguna untuk memperhitungkan perbedaan fertilitas dari perempuan yang terpapar untuk melahirkan yaitu perempuan usia subur dengan memperhatikan karateristik kelompok umurnya
Rumus:
ASFRi = Bi / Pfi x K
3. Perpindahan (Migrasi)
Migrasi adalah perpindahan penduduk dari satu tempat ke tempat lain dengan tujuan untuk menetap. Dengan kata lain, wisatawan mancanegara yang berkunjung ke suatu Negara untuk berwisata misalnya, tidak bisa dikatakan melakukan migrasi.
Migrasi sendiri dibagi menjadi Migrasi Internasional dan Internal
· Migrasi Internasional
Adalah perpindahan penduduk yang sudah melewati batas wilayah suatu Negara/ antar Negara. Migrasi internasional ini juga memiliki beberapa jenis. Yaitu
· Imigrasi
masuknya penduduk dari suatu negara lain dengan tujuan menetap. Orang yang melakukan imigrasi disebut Imigran.
· Emigrasi
yaitu keluarnya penduduk dari suatu negara ke negara lain. Orang yang melakukan emigrasi disebut Emigran
· Remigrasi
kembalinya imigran ke negara asalnya.
· Evakuasi
perpindahan penduduk atau pengungsian penduduk dari tempat tinggalnya ke daerah lain karena alasan bencana alam atau perang.
· Migrasi Internal
Adalah perpindahan penduduk dalam satu Negara. Yaitu:
· Urbanisasi
Perpindahan penduduk dari desa menuju kota misalnya untuk mencari pekerjaan. Hingga menyebabkan di kota-kota besar terdapat sebutan untuk orang-orang yang melakukan urbanisasi dengan kaum urban.
· Transmigrasi
Adalah lawan dari urbanisasi. Yaitu perpindahan orang-orang kota ke daerah yang masih jarang penghuninya. Misal: perpindahan orang-orang dari Pulau Jawa ke Kalimantan, Sumatra, dan pulau-pulau lain di Indonesia. Hal ini bertujuan mengurangi kepadatan penduduk dalam suatu wilayah.
· Dampak dari adanya migrasi:
Migrasi yang dilakukan tentunya memiliki dampak. Baik positif ataupun negatif.
Dampak negatif(mengarah ke dampak urbanisasi):
· Menyebabkan kepadatan penduduk tidak merata
· Mengakibatkan meningkatnya kesenjangan sosial
· dsb
Untuk mengetahui perkembangan perkembangan penduduk di suatu wilayah, dapat digunakan piramida penduduk. Piramida penduduk terdiri dari tiga jenis. Sesuai struktur penduduk yang ada di wilayah tersebut. Yaitu :
· Piramida Penduduk Muda
Diakibatkan jumlah penduduk muda yang memiliki tingkat kelahiran tinggi dan kematian yang rendah. Sehingga menyebabkan laju pertumbuhan penduduk yang tinggi pula.
· Piramida Penduduk Stasioner
Komposisi penduduk pada wilayah ini memiliki angka kelahiran dan angka kematian sama sehingga pertumbuhan penduduk sangat lambat.
· Piramida Penduduk Tua
Diakibatkan tingkat kematian penduduk yang lebih tinggi daripada tingkat kelahirannya. Sehingga menyebabkan rendahnya laju pertumbuhan.
Rasio Ketergantungan
adalah perbandingan antara jumlah penduduk berumur 0-14 tahun, ditambah dengan jumlah penduduk 65 tahun keatas dibandingkan dengan jumlah penduduk usia 15-64 tahun. Rasio ketergantungan menurut usia terbagi menjadi 2, yaitu Rasio Ketergantungan Muda dan Rasio Ketergantungan Tua.
  • Rasio Ketergantungan Muda adalah perbandingan jumlah penduduk umur 0-14 tahun dengan jumlah penduduk umur 15 - 64 tahun.
  • Rasio Ketergantungan Tua adalah perbandingan jumlah penduduk umur 65 tahun ke atas dengan jumlah penduduk di usia 15-64 tahun
2.2 Kebudayaan dan Kepribadian
Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata Latin Colere, yaitu mengolah atau mengerjakan. Bisa diartikan juga sebagai mengolah tanah atau bertani. Kata culture juga kadang diterjemahkan sebagai "kultur" dalam bahasa Indonesia. (Sumber Wikipedia).
Kebudayaan di Indonesia dimulai dari masuknya ajaran agama-agama besar di dunia seperti Hindu,Budha,dan Islam. Menyusul kemudian Kristen dan Katolik yang dibawa oleh orang-orang Eropa. Berikut ulasan singkat mengenai agama-agama yang mempengaruhi kebudayaan di Indonesia.
· Kebudayaan Hindu
Agama Hindu masuk pada abad ke-4. Yang banyak disebarkan oleh Resi dari India. Bukti sejarah masuknya Agama Hindu di Indonesia adalah ditemukannya prasasti / Yupa di daerah Kutai. Yang juga menunjukkan bahwa Kerajaan Kutai adalah kerajaan Hindu pertama di Indonesia. Peninggalan lainnya adalah adanya candi-candi dan patung dsb yang menunjukkan eksistensi budaya hindu di Indonesia
· Kebudayaan Budha
Agama Budha masuk hampir berbarengan dengan masuknya Agama Hindu. Ajaran Budha di Indonesia banyak disebarluaskan oleh Biarawan dari Tiongkok. Bukti-bukti eksitensi Budha di Indonesia bisa dilihat dari prasasti-prasasti di berbagai wilayah di Indonesia. Misal prasasti Tarumanegara,dsb. Peninggalan sejarah dari Agama Budha yang paling terkenal adalah Candi Borobudur di daerah Magelang.
· Kebudayaan Islam
Sejarah masuknya Islam Pada tahun 30 Hijri atau 651 Masehi, hanya berselang sekitar 20 tahun dari wafatnya Rasulullah SAW, Khalifah Utsman ibn Affan RA mengirim delegasi ke Cina untuk memperkenalkan Daulah Islam yang belum lama berdiri. Dalam perjalanan yang memakan waktu empat tahun ini, para utusan Utsman ternyata sempat singgah di Kepulauan Nusantara. Beberapa tahun kemudian, tepatnya tahun 674 M, Dinasti Umayyah telah mendirikan pangkalan dagang di pantai barat Sumatera. Inilah perkenalan pertama penduduk Indonesia dengan Islam. Sejak itu para pelaut dan pedagang Muslim terus berdatangan, abad demi abad. Mereka membeli hasil bumi dari negeri nan hijau ini sambil berdakwah.
Lambat laun penduduk pribumi mulai memeluk Islam meskipun belum secara besar-besaran. Aceh, daerah paling barat dari Kepulauan Nusantara, adalah yang pertama sekali menerima agama Islam. Bahkan di Acehlah kerajaan Islam pertama di Indonesia berdiri, yakni Pasai. Berita dari Marcopolo menyebutkan bahwa pada saat persinggahannya di Pasai tahun 692 H / 1292 M, telah banyak orang Arab yang menyebarkan Islam. Begitu pula berita dari Ibnu Battuthah, pengembara Muslim dari Maghribi., yang ketika singgah di Aceh tahun 746 H / 1345 M menuliskan bahwa di Aceh telah tersebar mazhab Syafi'i. Adapun peninggalan tertua dari kaum Muslimin yang ditemukan di Indonesia terdapat di Gresik, Jawa Timur. Berupa komplek makam Islam, yang salah satu diantaranya adalah makam seorang Muslimah bernama Fathimah binti Maimun. Pada makamnya tertulis angka tahun 475 H / 1082 M, yaitu pada jaman Kerajaan Singasari. Diperkirakan makam-makam ini bukan dari penduduk asli, melainkan makam para pedagang Arab (Sumber http://www.ummah.net).
Peninggalan sejarah dari budaya Islam antara lain Masjid Kudus,Masjid Gunung Jati di Cirebon,dsb
· Kebudayaan Barat
Budaya Barat masuk ke Indonesia sekitar abad 16 . Atau seiring dengan dimulainya Kolonialisme di Indonesia oleh bangsa Barat. Mulai dari Portugis hingga Belanda. Kebudayaan Barat juga banyak berpengaruh terhadap bangunan-bangunan dan sisa peninggalan sejarah yang lain. Misal: Istana Negara dan Kebun Raya Bogor bangunannya mengadopsi bangunan dari Eropa.
Kebudayaan Barat di Indonesia juga ikut memiliki andil besar dalam penyebaran agama Kristen dan Katolik di Nusantara.2.1 Pertumbuhan Penduduk

Senin, 24 Desember 2012



PERTUMBUHAN SAPI BALI  YANG DIGEMUKKAN DI LAHAN KERING DESA SANGGALANGIT KECAMATAN GEROKGAK BULELENG BALI

I Made Rai Yasa,  I.A.Parwati I. N. Adijaya,  dan  I K. Mahaputra
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bali


ABSTRAK

Penelitian tentang Pertumbuhan Sapi Bali  yang digemukkan di Lahan Kering  Desa Sanggalangit telah dilaksanakan dari bulan Februari sampai akhir Agustus 2006, bekerja sama dengan Kelompok Ternak Niki Sato Desa Sanggalangit, Kecamatan Gerokgak Buleleng-Bali. Penelitian disusun dalam rancangan Acak Kelompok dengan 2 perlakuan pakan. Yakni : P1 untuk kelompok sapi yang diberikan Pakan dasar hijauan segar dan kering secara ad libitum dengan tambahan pakan penguat berupa dedak padi sebanyak 2 kg/ekor; dan P2 dengan pakan seperti P1 namun di tambah feed aditif berupa probiotik Bio Cas 5 ml per ekor per hari. Masing-masing perlakuan menggunakan 15 ekor sapi  sebagai ulangan.  Sapi-sapi tersebut berumur antara 1,5 sampai 2 tahun dengan bobot badan awal  rata-rata 229 kg untuk P1 dan 227 kg untuk P2. Parameter yang diamati adalah  pertambahan bobot badan. Data dianalisis   dengan T- Test dan secara deskriptif untuk mengetahui keterkaitan pertumbuhan dengan musim kemarau. Hasil penelitian menunjukkan, sapi-sapi P2 pertambahan bobot badannya rata-rata 0,51 kg/ekor per hari sedangkan P1 rata-rata 0,43 kg dengan selisih 80 gram/ekor/hari dan secara statistik berbeda nyata (P<0,05). Pertambahan bobot badan harian untuk kedua kelompok perlakuan  mengalami penurunan dari bulan Juli seiring dengan penurunan kualitas pakan hijauan yang diberikan karena mulai terbatasnya pakan. Memperhatikan dampak positif dari penggunaan probiotik Bio Cas, penggunaannya layak dipertimbangkan untuk penggemukan sapi di lahan kering. Untuk menjaga pertambahan bobot badan sapi konsisten sepanjang penggemukan, sebaiknya penggemukan di lahan kering diawali pada bulan Desember  selanjutnya dipasarkan pada bulan Mei tahun berikutnya atau peningkatan volume pemberian pakan penguat disaat pakan mulai sulit.

Kata Kunci : penggemukan, sapi bali, lahan kering.
  
PENDAHULUAN

Kebutuhan pangan semakin meningkat seiring meningkatnya jumlah penduduk.  Di lain pihak  areal produktif untuk usahatani semakin  menyempit, karena  beralih fungsi akibat perkembangan sektor pariwisata, untuk pemukiman penduduk, industri, dan  lainnya. Keadaan ini  menyebabkan kedudukan lahan kering semakin penting, karena menjadi salah satu tumpuan  dan harapan untuk memenuhi kecukupan pangan. Pulau Bali dengan luas ± 5.632,86 km², 38,73% atau seluas 2.181,19 km²  merupakan lahan kering yang  sebagian besar tersebar di pulau Bali bagian timur dan bagian utara (Suprapto, dkk. 2000). Dengan luas tersebut (0,29% luas Indonesia) Bali pada tahun 1999 memiliki populasi sapi  sebanyak 526.013 ekor (Anonimous, 2000) dan telah menjadi 576.586 ekor atau meningkat 9,6% di tahun 2004 atau dengan kepadatan 102,36 ekor/km². Dengan  kepadatan tersebut, menempatkan Bali sebagai daerah dengan populasi ternak sapi terpadat di Indonesia (Anonimous, 2004).
Sapi Bali sampai saat ini masih merupakan komoditi unggulan bidang peternakan di Bali. Walaupun sebagai komoditi unggulan, sapi Bali memiliki banyak kelemahan yaitu pertumbuhan yang relatif lambat. Selain kelemahan tersebut sapi Bali memiliki kelebihan yang luar biasa dibandingkan dengan jenis sapi lainnya yaitu daya adaptasinya sangat baik dengan lingkungan pemeliharaanya (Darmadja, 1990).
Lahan marginal (sebutan lahan kering) merupakan  lahan yang miskin unsur hara, ketersediaan air dan curah hujan terbatas, solum tanahnya tipis dan tofografinya  berbukit-bukit sehingga produktivitasnya rendah (Suprapto, dkk. 1999). Dengan kondisi yang demikian ketersediaan pakan ternak pun terbatas. Dilaporkan pula bahwa petani pada lahan ini pada umumnya petani kecil  dengan tingkat perekonomian yang lemah dan   tingkat pendidikan yang rendah sehingga sangat berpengaruh terhadap cara berusahatani atau pun beternak (Suprapto, dkk. 1999).
Gunawan, dkk (1996) melaporkan bahwa usaha  penggemukan sapi potong memerlukan pakan dengan kwantitas yang cukup dengan  kualitas yang baik secara kontinyu. Pemberian konsentrat sebagai pakan penguat biasanya dilakukan terbatas oleh petani yang memiliki tingkat kemampuan ekonomi yang baik (Kusnadi, dkk. 1993).  Akibatnya secara umum produktivitas sapi potong yang dipelihara petani di pedesaan menjadi rendah. Menurut Saka (1990) dengan pola pemeliharaan secara tradisional, tambahan bobot badan sapi Bali rata-rata 280 gram/ekor/hari.
Desa Sanggalangit merupakan salah satu desa di Kecamatan Gerokgak yang berekosistem lahan kering dataran rendah beriklim kering sejak tahun 2003 telah berkembang kelompok penggemukan sapi.  Penggemukan biasanya dilakukan selama 8 bulan  dengan pakan tambahan berupa dedak padi dengan pakan  dasar berupa hijauan yang  ketersediannya sangat tergantung musim. Untuk mengetahui  pertumbuhan sapi penggemukan di lahan kering tersebut, maka dilakukan penelitian ini.


MATERI DAN METODE

Penelitian dilaksanakan selama 179 hari yaitu dari bulan  Februari sampai akhir Agustus 2006, bekerja sama dengan Kelompok Ternak Niki Sato Desa Sanggalangit, Kecamatan Gerokgak Buleleng-Bali. Penelitian disusun dalam rancangan Acak Kelompok dengan 2 perlakuan pakan, yakni : P1 untuk kelompok sapi yang diberikan pakan dasar hijauan segar dan kering secara ad libitum dengan tambahan pakan penguat berupa dedak padi sebanyak 2 kg/ekor; dan P2 dengan pakan seperti P1 namun di tambah feed aditif  berupa probiotik Bio Cas 5 ml per ekor per hari.  Probiotik  Bio-Cas merupakan cairan berwarna coklat hasil pengembangan BPTP Bali, yang mengandung multi mikroorganisme yang bersifat  proteolitik, lignolitik, selulolitik, dan lipolitik. Mikroorganisme ini  dilaporkan mampu menguraikan bahan organik kompleks dalam pakan menjadi lebih sederhana sehingga lebih mudah diserap oleh saluran pencernaan.
Sapi yang digemukkan berumur antara 1,5 sampai 2 tahun dengan bobot awal  rata-rata 229 kg untuk P1 dan 227 kg untuk P2. sapi-sapi tersebut dipelihara pada kandang permanen, dan pada awal penelitian semua ternak diberikan obat cacing yang mengandung oxfendazol. Hijauan yang diberikan berupa rumput lapangan dan rumput kering dikombinasi dengan hijauan legum seperti Lamtoro, Gamal dan lainnya. Pada saat puncak kekeringan diberikan hijauan lain seperti Gamelina, Intaran (mimba) dan sonokeling. Parameter yang diamati adalah  pertambahan bobot badan. Untuk mengetahui perkembangan bobot badan ternak, dilakukan penimbangan setiap bulan sekali menggunakan timbangan elektrik.  Data dianalisis dengan  t- test dan secara deskriptif.


HASIL DAN PEMBAHASAN

Bobot badan sapi yang digemukkan baik kelompok sapi P1 maupun P2 terus mengalami peningkatan. Laju pertambahan bobot badan sapi P2 lebih baik dibandingkan dengan P1, terbukti dari bobot akhir yang lebih tinggi yaitu rata-rata 318 kg, berbanding 305 kg meskipun bobot awal dari P1 lebih berat 2 kg yaitu 227 kg berbanding 229 kg (Grafik 1).
Penggunaan probiotik Bio Cas pada sapi-sapi P2, menyebabkan adanya selisih pertambahan bobot badan harian rata-rata 80 gram ekor/hari. Hasil ini sejalan dengan laporan Kariada, dkk (2002) dan Kariada, dkk. (2003) bahwa penggunaan probiotik Bio Cas dengan dosis 5 ml per ekor per hari untuk menggemukan sapi Bali memberikan  pertambahan berat badan harian rata-rata 100 gram per hari. Laporan ini juga sejalan dengan laporan Yasa, dkk. (2001), bahwa penggunaan probiotik Bio Cas pada induk sapi sebagai feed additif untuk flushing (pemberian pakan tambahan untuk induk bunting 2 bulan sebelum dan sesudah melahirkan) dapat meningkatkan berat lahir pedet jantan rata-rata 2 kg di atas  kontrol (18 kg vs 16 kg) demikian juga untuk pedet betina ( 17 kg vs 15kg).  Menurut Yasa, dkk (2004) pemberian probiotik Bio Cas 5 ml /ekor/hari  dapat meningkatkan kandungan eritrosit (sel darah merah),  Hemoglobin, leukosit (sel darah putih),  protein total darah,  dan nilai hematokrit induk sapi Bali sehingga berdampak positif terhadap pertumbuhan ternak.

Tabel 1.   Pertambahan Bobot Badan Harian Sapi-Sapi Yang Digemukkan di Kelompok Niki Sato, Desa Sanggalangit, Kec. Gerokgak, 2006
Perlakuan
Bobot awal (kg)
Bobot akhir (kg)
PBBH (gram)
P1
229NS
305
0,43
P2
227NS
318*
0,51*
Keterangan :
P1         :  Kelompok sapi yang diberikan  pakan tambahan 2 kg dedak padi per ekor per hari
P2         :  Kelompok sapi dengan pakan seperti P1, namun diberikan tambahan probiotik Bio Cas 5 ml/ekor/hari
PBBH   :  pertambahan bobot badan harian
NS        :  non significant
*           :  berbeda nyata (P<0,05)

Pertambahan bobot sapi untuk kedua perlakuan cukup baik pada bulan Maret sampai Juni, selanjutnya laju pertumbuhannya  mulai menurun  pada bulan Juli sampai Agustus. Kondisi ini seiring dengan menurunnya ketersediaan pakan khususnya untuk hijauan serta kurang baiknya kondisi lingkungan dengan rendahnya curah hujan pada saat itu (Tabel 1, Grafik 3).



Grafik 2. Pertambahan bobot badan harian sapi Bali yang digemukkan di Desa Sanggalangit, 2006. Sumber : Data Primer


Grafik 3.  Data Curah Hujan Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng selama 10 tahun (1999-2002). Sumber : Agung, S.M. 2006
Tabel  2. Keterkaitan Musim Dengan  Ketersediaan Pakan di Kecamatan. Gerokgak, Kabupaten Buleleng Bali, 2004..
Parameter
Bulan
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Musim Hujan














Pakan sulit





































Sumber : Yasa, dkk. 2005

Menurut Yasa, dkk (2006), sapi-sapi di Desa Sanggalangit  mengalami lima bulan  krisis pakan yaitu  dari bulan Juli sampai  Nopember (Tabel 2). Pada bulan-bulan tersebut, sapi-sapi diberikan pakan seadanya dengan kualitas (kandungan gizi rendah) dan kwantitas terbatas. Pakan yang diberikan hampir 70% berupa pakan kering (hay) seperti limbah jagung, rumput gunung, jerami padi yang dibeli di desa lain, daun pisang kering dan pada puncak krisis ternak diberikan daun bambu. Untuk pakan segar, hijauan yang diberikan berupa daun gamal, lamtoro, gamelina, sonokeling, intaran (mimba), daun kelapa, daun asam, waru, batang pisang bahkan daun mangga juga diberikan (Tabel 3).
Jadi kecilnya  pertambahan bobot badan harian sapi-sapi tersebut  pada bulan-bulan Juli dan Agustus tidak terlepas dari ketersediaan pakan baik dari kualitas maupun kwantitasnya. Memperhatikan kondisi seperti itu, penggemukan sebaiknya diawali pada bulan Desember  selanjutnya dipasarkan pada bulan Mei tahun berikutnya. Strategi lain yang dapat dilakukan berupa peningkatan 1) volume pemberian pakan penguat, namun dengan perhitungan secara ekonomis terlebih dahulu; 2) memperbesar bobot badan awal sapi yang akan digemukkan, yakni paling tidak 300 kg supaya waktu pemeliharaan yang dibutuhkan untuk mencapai bobot potong menjadi lebih singkat (5 bulan); dan meningkatkan sumber pakan hijauan bermutu melalui penananam hijauan pakan bermutu tahan kering seperti lamtoro yang telah terbukti berproduksi sepanjang tahun.

Tabel 3. Keterkaitan Musim Dengan Jenis Pakan yang Tersedia di Desa Sanggalangit, 2006.
Uraian
Bulan
4
5
6
7
8
9
10
11
12
1
2
3
Musim Hujan/Kering
x
x





x
xx
xxx
xxx
xx
A.      Ketersediaan pakan Hijauan












1.         Rumput
xx
x
-
-
-
-
-
-
x
xx
xxx
xxx
2.         Gamal
xx
x
x
x
x
x
-
-
x
xx
xxx
xxx
3.         Lamtoro
xx
x
x
x
x
x
x
x
x
xx
xxx
xxx
4.         Gamelina
xx
x
x
x
x
x
x
x
x
xx
xxx
xxx
5.         Sonokeling
xx
x
x
x
x
x
x
x
x
xx
xxx
xxx
6.         Intaran
x
x
xx
xxx
xxx
xxx
xxx
xx
xx
x
x
x
B.       Pakan Kering












1.        Limbah jagung
-
-
-
-
x
xx
xx
xx
x
-
-
-
2.        Rumput gunung
-
-
-
-
x
xx
xx
xx
x
-
-
-
3.        Jerami Padi
-
-
-
-
x
xx
xx
xx
x
-
-
-
4.        Daun bambu
-
-
-
-
x
xx
xx
xx
x
-
-
-
5.        Kraras (daun pisang kering)
-
-
-
-
x
xx
xx
xx
x
-
-
-
C.       Pakan lain












1.        Daun kelapa
-
-
-
-
x
xx
xx
xx
x
-
-
-
2.        Daun asem
-
-
-
-
x
xx
xx
xx
x
-
-
-
3.        Daun mangga
-
-
-
-
x
xx
xx
xx
x
-
-
-
4.        Waru
-
-
-
-
x
xx
xx
xx
x
-
-
-
5.        Batang pisang
-
-
-
-
x
xx
xx
xx
x
-
-
-
Keterangan :
·          Jumlah x menunjukkan kwantitas
·          Sumber :  Yasa, dkk. (2006).

KESIMPULAN DAN SARAN

-         Pertambahan bobot badan harian sapi-sapi yang digemukkan di lahan kering Desa Sanggalangit tidak konsisten sepanjang tahun disebabkan ketersediaan hijauan baik dari segi kualitas maupun kwantitas tidak kontinyu sepanjang tahun karena pengaruh musim. Oleh karena itu 1) penggemukan sebaiknya diawali pada bulan Desember  selanjutnya dipasarkan pada bulan Mei tahun berikutnya, 2) volume pemberian pakan penguat perlu ditingkatkan disaat pakan mulai sulit namun dengan  perhitungan ekonomis 3) memperbesar bobot badan awal sapi yang akan digemukkan, yakni paling tidak 300 kg supaya waktu pemeliharaan yang dibutuhkan untuk mencapai bobot potong menjadi lebih singkat (5 bulan) dan 4) meningkatkan sumber pakan hijauan bermutu melalui penananam hijauan pakan bermutu tahan kering seperti lamtoro.
-         Sapi-sapi yang diberikan feed aditif  berupa probiotik Bio Cas pertambahan bobot badannya rata-rata 80 gram lebih tinggi dibandingkan kontrol, yaitu 0,51 kg berbanding 0,43 kg.


DAFTAR PUSTAKA

Agung, M.S. 2006. Konsep dan Strategi Penanganan Lahan Kering di Bali. Makalah disampaikan dalam Seminar Pengembangan Pertanian Lahan Kering Menuju Petani Sejahtera, Denpasar, 22 Juli 2006.
Anonimous. 2000.  Informasi Data Peternakan Propinsi Bali Tahun 1999. Dinas Peternakan Propinsi Bali. Denpasar
Anonimous. 2004.  Statistik Peternakan di Provinsi Bali Tahun 2004. Dinas Peternakan Propinsi Bali, Denpasar.
Gunawan., M.A. Yusron.,  Aryogi dan A. Rasyid. 1996. Peningkatan produktivitas pedet jantan sapi perah rakyat melalui penambahan pakan konsentrat. Prosiding Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. Jilid 2. Puslitbangnak. Bogor.
Kariada, I.K., I.M. Londra dan I.N. Darmesta. 2002. Laporan Akhir Pengkajian Integrasi Ternak dengan Sayuran di Daerah Dataran Tinggi Kering Beriklim Basah. BPTP Bali Denpasar.
Kariada, I.K., I.M. Londra dan I.N. Darmesta. 2003. Laporan Akhir Pengkajian Integrasi Ternak dengan Sayuran di Daerah Dataran Tinggi Kering Beriklim Basah. BPTP Bali Denpasar.
Kusnadi, U., M. Sabrani., Wiloeto., S. Iskandar., D. Sugandi., Subiharta.., Nandang dan Wartiningsih. Hasil Penelitian Usahatani Ternak Terpadu di Dataran Tinggi Jawa Tengah. Balai Penelitian Ternak, Bogor.
Saka, I.K. 1990. Pemberian pakan dan pemeliharaan ternak kerja. Makalah dalam pertemuan Aplikasi Paket Teknologi Sapi Potong. BIP Bali, Denpasar 10-13 Desember 1990
Suprapto., Mahaputra., M.A. T. Sinaga., I.G.A. Sudaratmaja dan Sumartini. 1999. Laporan Akhir Pengkajian SUT Tanaman Pangan di Lahan Marginal. Instalasi Penelitian dan Pengkajian Teknologi Pertanian Denpasar. Bali
Suprapto., I.N. Adijaya., I.K. Mahaputra dan I.M. Rai Yasa. 2000. Laporan Akhir Penelitian Sistem Usahatani Diversifikasi Lahan Marginal. IP2TP Denpasar. Bali
Yasa, I M. R.  2001. Pengkajian Integrasi Tanaman dan Ternak pada Lahan Kering Kabupaten Buleleng. Prosiding Seminar Nasional Pengembangan  Teknologi Pertanian  Dalam Upaya Optimalisasi  Potensi Wilayah  Mendukung Otonomi Daerah. 365-367.
Yasa, I.M.R., S. Guntoro dan I N. Adijaya. 2004. pengaruh pemberian probiotik biocas terhadap profil  darah induk sapi bali  di lahan kering Gerokgak Buleleng Bali.  Makalah disampaikan dalam Seminar Nasional Klinik Pertanian,  Manado, 8-9 Juni 2004.
Yasa, I.M.R., I.A. Parwati dan I K Mahaputra. 2004. Pola reproduksi induk sapi Bali di lahan kering dikaitkan dengan musim, ketersediaan pakan dan pemasarannya.  Prosiding Seminar Nasional Optimalisasi Teknologi Kreatif dan Peran Stakeholder dalam Percepatan Adopsi Inovasi Teknologi Pertanian, Denpasar 28 September 2005. Pusat Analisis Sosial  Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Bogor.
Yasa, I.M.R., I.N. Adijaya., I.K. Mahaputra., I.W. Trisnawati., P. Sugiarta., A.K.Wirawan dan A. Rachim. 2006. Laporan Participatory Rural Appraisal (PRA) Prima Tani di Desa Sanggalangit. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bali. Denpasar.